Jumat, 18 Desember 2009

KETIKA PUISI DI PERTUHANKAN

Diposting oleh iPank on 4:23 PM
Pada mula nya artikel ini hnya berupa Tanggapan terhadap Artikel "Puisi adalah Tuhan" yang di tulis oleh Bapak Kuntet Dilaga

Oleh karena itu,
saya mengucapkan Apresiasi Setinggi - tinggi nya kpd beliau yg telah berkenan menuangkan gagasan pemikiran yg bgtu menginspirasi utk berpikir.

Ketika saya mulai menulis, Terbesit lah gagasan - gagasan baru yg hrs saya ungkapkan, shingga jadi lah sbuah Artikel singkat ini.

Saya anggap Tema ini menarik sbgai
Diskusi Sastra kali ini.
Sekali lagi, Artikel ini hnya lah merupakan gagasan - gagasan penguatan dr Artikel sbelum nya, yg masih perlu kita Perbincang kan dan Diskusi kan lagi selanjutnya. Dengan harapan, smga milis WSC ini menjadi lbh Cerdas, Kreatif dan Aktif membicara kan fenomena - fenomena Sastra, sesuai dgn misi WSC yg tertuang pd konsep kedua, Gerbang Batu.

Menanggapi pernyataan 'Sahabat Penyair' yg mengatakan, "Puisi
adalah Tuhan"


Sekilas, jika di lihat dari pernyataan tersebut, Tampak nya terkesan Provokatif dan menggambar kan betapa Sang Pujangga nya sngt Tergila - gila pd Puisi, shingga Sang Pujangga
smpai menempatkan
Puisi pd posisi
sederajat dgn Tuhan, atau bahkan menafikan eksistensi Ketuhanan.
Wallahu 'alam.

Saya mencoba membahas kasus di atas dgn tema yg tak jauh berbeda: "Ketika Puisi di Pertuhankan"

Tampaknya tema ini sesuai dgn realita kehidupan 'Seniman Tertentu' yg mengatas nama kan kebebasan berkreasi dan tak perlu mengindah kan Aturan - Aturan Normatif, sehingga sering kali kebenaran menjadi sesuatu yg nisbi.




Agar
pembahasan ini lebih
obyektif, maka saya akan
membahasnya dari dua
aspek. Pertama, tinjauan
psikologis sastra atau
dalam istilah sastra Arab
disebut dengan manhaj
nafsiyyah. Dan yang
kedua adalah tinjauan
akidah keislaman atau
aqidah Islamiyah secara
singkat.
Mengawali pembahasan
kajian sastra ini, saya
ingin menjelaskan
terlebih dahulu tentang
tahapan perkembangan
daya nalar seorang
sastrawan. Awalnya puisi
tercipta dari hasil
perenungan dan
pemikiran mendalam.
Ketika manusia mulai
merenung, dan terus
berpikir, maka ia akan
menangkap suatu titik
'sinyal kesadaran', yang
disebut dengan inspirasi.
Inspirasi yang melahirkan
suatu keindahan,
seringkali kita sebut
dengan seni. Dan seni
yang lahir dalam bentuk
rangkaian kata-kata yang
sarat dengan makna,
biasanya disebut dengan
puisi, sajak, atau syair,
dan pelakunya kita sering
sebut pujangga atau
penyair.
Biasanya inspirasi puisi
muncul dari fenomena-
fenomena alam atau
kondisi sosial di
sekelilingnya. Misalnya,
melihat burung yang
terbang melayang di
langit, maka muncullah
gagasan untuk membuat
puisi tentang kebebasan.
Terciptalah sebuah puisi,
misalnya, "Aku ingin
terbang seperti burung."
Tahapan semacam ini,
masih berpusat pada
tataran realita sosiologis,
artinya puisi-puisi yang
dihasilkan lebih bersifat
fakta kehidupan, baik itu
merupakan reaksi atau
pun kritik sosial, maupun
pesan-pesan moril yang
mengandung etika atau
estetika dalam kehidupan
bermasyarakat.
Pada tahapan
selanjutnya, manakala
seorang penyair atau
pujangga hanyut
tenggelam dalam 'lautan
inspirasi', maka pada
saat-saat tertentu
nalarnya tidak lagi
terbatas pada hal-hal
yang kongkrit saja, dan
mulailah daya nalarnya
mulai masuk ke wilayah
metafisika yang bersifat
transcendental. Ketika ia
semakin dalam
menyelami samudera
puisi tersebut, disanalah
sang pujangga nantinya
menemukan 'mutiara-
mutiara' hikmah yang
mulai tersingkap. Pada
saat itu, yang ia rasakan
hanyalah keterpukauan
dan keterpesonaan yang
melampaui jangkauan
nalar dan logikanya
sendiri. Inilah yang
kemudian disebut dengan
imajinasi. Dan di saat
seorang pujangga sudah
mencapai titik puncak
keterpesonaan tertinggi,
atau imajinasi tingkat
tinggi, maka
konsekuensinya akan
mengakibatkan kondisi
jiwa yang tak terkontrol
dan berada di bawah titik
alam sadar. Inilah yang
dalam istilah dunia sufi
disebut dengan istilah
sakar atau sepadan
dengan makna mabuk
atau sakau. Ia asyik
dengan dirinya sendiri
bersama dunia lain.
Manakala sang pujangga
tersebut mencoba
mengungkapkan
fenomena
keterpukauanya
tersebut, ternyata
bahasa lisan sudah tidak
mampu
menterjemahkannya,
kecuali hanya dengan
isyarat atau simbol-
simbol saja lagi. Pada
kondisi semacam ini,
terkadang muncullah
ungkapan-ungkapan
puisinya yang 'aneh', sulit
untuk dipahami,
membuat kebingungan
orang yang
mendengarnya, terkesan
'nyeleneh', bahkan bisa
menimbulkan salah
kaprah yang berujung
fitnah, sebagaimana
puisi-puisi kontraversial
penyair-penyair sufi,
semisal al-Hujaj dan Ibnu
Araby. Yang ingin saya
sampaikan disini adalah,
bahwa dalam dunia
sastra ada kondisi-kondisi
psikologis tertentu yang
menuntut sang pujangga
harus 'berbahasa
kontraversial untuk
mengungkap rasa.'
Namun, dari tinjauan
konsep aqidah Islamiyyah
berbeda, ada norma-
norma dan aturan yang
membatasi. Dengan
pengertian sederhana,
ungkapan ekspresi jiwa
seorang pujangga dalam
bingkai 'keterpesonaan'
sah-sah saja, selama
tidak menyangkut
batasan akidah. Kasus
ungkapan "Puisi adalah
Tuhan" ini misalnya,
sudah termasuk dalam
bentuk pengingkaran
eksistensi ketaudihan
Sang Pencipta Yang Maha
Esa, yang dalam bahasa
agama disebut syirik.
Jadi, jelaslah bahwa
ungkapan seperti
tersebut diatas, sama
sekali tidak dibenarkan
dalam konsep tauhid,
baik ungkapannya secara
hakiki atau maknawi,
baik secara tersurat atau
tersirat, bahkan majazi
sekalipun. Dan jelas-jelas
bertentangan konsep
ajaran Islam.
Secara tegas Allah swt
mengecam orang-orang
yang mensekutukannya
dengan makhluk yang
lain. Kita bisa merujuk ke
surah Al- Imran: 64, surah
a-Nisa: 36, al-An'am: 19,
al-'Araf: 33, Yusuf: 38, al-
Hajj: 26, Luqman: 13,
Ghafir: 42, al-Ahqaf: 4, al-
Qalam: 41, al-Jin: 2.
Mengumpamakan Allah
dengan sesuatu benda
atau mahkluk merupakan
bentuk syirik, baik itu
secara 'itikad, perbuatan,
maupun perkataan.
Penjelasannya telah
dijelaskan panjang lebar
oleh Maulana Syekh
Muhammad Arsyad al-
Banjary dalam kitab
"Fasaidul Aqaid".
Argument 'sahabat
penyair' yang
mengatakan bahwa
ketidakmampuan puisi itu
diraba, namun ada secara
eksistensinya, tidak
dapat dijadikan dalil
ketuhanan. Secara ilmu
mantik saja, logika
tersebut sudah bisa
terbantahkan dengan
analogi iblis, syetan, jin,
malaikat, surga dan
neraka yang secara
eksistensinya juga ada,
dan tidak dapat diraba
secara materi. Lantas
apakah setiap sesuatu
yang ada eksistensinya,
namun tidak dapat raba
materinya dapat disebut
Tuhan? Tentu tidak bisa,
bukan? Sama halnya
dengan akal, pikiran,
khayalan, roh, udara,
benda-benda abstrak
lainnya, juga ada secara
eksistensi, namun tidak
bisa diraba. Puisi adalah
hasil inspirasi dan
kekuatan daya imajinasi.
Dapatkah kita meraba
insprasi? Tentu tidak,
sebab ia bukan materi.
Dengan demikian, tidak
semua yang tidak bisa
diraba itu disebut Tuhan!
Puisi adalah bahasa jiwa
dan bahasa rasa.
Sedangkan bahasa adalah
ciptaan Tuhan. Setiap
ciptaan Tuhan adalah
makhluk. Dan makhluk
tidaklah pantas disebut
dengan Tuhan, dan tidak
pantas pula
dipertuhankan. Tidak ada
sifat-sifat ketuhahan
yang terdapat dalam
puisi, bahkan menyerupai
sifat-sifat ketuhanan
sekalipun tidak
sedikitpun menyerupai.
Maha suci Allah dari
segala bentuk
penyerupaan! Oleh
karena puisi adalah hasil
inspirasi, daya akal
manusia, maka ia bukan
pula ilham apalagi wahyu.
Lantaran ia bukan wahyu,
maka tidak ada
kebenaran mutlak di
dalamnya.
Inspirasi masih berada
pada tataran akal, namun
ilham dan wahyu berada
tataran transdental
ilahiyyah. Pada
prakteknya, akal masih
melakukan pertarungan
dengan nafsu angkara
murka. Terkadang akal
yang menang terhadap
nafsu, dan sebaliknya
nafsu yang menguasai
akal. Lantaran puisi
adalah karya akal
manusia, maka ia
semata-mata tidak akan
mampu menunjukkan
kepada cahaya
kebenaran ilahiyah,
sebab masih ada kabut
nafsu yang
menyilimutinya. Dengan
demkian, ketika puisi
'dipertuhankan', maka
jadilah ia budak akal dan
sekaligus nafsunya. Inilah
alasannya mengapa Imam
al-Ghazali menentang
pemikiran Ibnu Araby
yang menempatkan
logika diatas wahyu.
Wallahu'alam.
Oleh :
Miftahur Rahman el-
Banjary*
symbian s60 symbian s60 symbian s60 opera mini opera mini handler handler

2 komentar:

Click to Show or Hide Old Comments

iPank on 23 Desember 2009 pukul 13.17 mengatakan...

Testing Komentar.
Ini bukan karya saya.
Tp kiriman dri s'Org yg tak di kenal.
Saya muat dgn harapan bisa menjadi gagasan atau pertimbangan.

Semua kesimpulan, Terserah Anda.

Yng Wie on 7 Maret 2010 pukul 15.19 mengatakan...

Testing,.. Uji coba

Full fitur,. Test,. Test,. Test,. Percobaan

>
Show or Hide Comments

Posting Komentar

Silakan tulis kritik dan saran, atau pendapat Anda di sini.
Komentar bernada spam akan di hapus.

 

About Aku

Foto Saya
iPank
Saya hnya lah s'0rg pemuda sederhana, yg lahir dan tumbuh besar di sbuah kota kecil.
Tidak ada hal yg Istimewa pd diri ku, hingga aku pun malu untuk,......
Tp klo ada yg mau kenalan dan berteman dgn ku, silakan add di facebook ku

**Damai itu Indah**
Lihat profil lengkapku
© Copy Right 2010 APLIKASI DAN GAME HP Template by Jobr3z Qie